Jakarta, Gribnews.id –  Tema ini sengaja diangkat seiring dengan akan berlangsungnya pesta demokrasi dalam event Pilkada di seluruh Indonesia. Dalam masyarakat Pancasila, hampir semua warga Indonesia akan lebih menikmati pesta demokrasi ini jika isu-isu politik yang dimainkan oleh para politisi dalam kampanye politik bebas dari politik identitas, seperti isu agama, ras, suku, dan lainnya.

Penggunaan politik identitas secara berlebihan oleh kelompok politik tertentu adalah racun bagi demokrasi dan keutuhan bangsa.

Terkait politik identitas, kita bisa belajar dari konsep sederhana Francis Fukuyama. Ia mengatakan bahwa politik identitas adalah “ancaman utama” bagi bangsa dalam sistem demokrasi.

Fukuyama telah memperingatkan bahwa, “Bagaimana kita bisa bersatu dalam sesuatu yang besar, ketika kita terus membelah diri menjadi faksi-faksi kecil? Di jalan ini, kegagalan negara terletak.”

Selain itu, praktik demokrasi dalam Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah, kini semakin memudar. Sementara konsep politik egalitarian justru tenggelam dalam fanatisme kesukuan sempit.

Pasca reformasi, yang berkembang adalah tuntutan legitimasi politik identitas, mirip dengan apa yang terjadi di jazirah Arab pada masa Jahiliyah. Seharusnya, sebagai bangsa yang merdeka dan berlandaskan Pancasila, kita mampu melawan arus politik identitas ini sambil meraih mutiara kehidupan bangsa sebagai kebanggaan bersama.

Di sisi lain, kita harus akui bahwa pendekatan politik identitas bisa mempengaruhi partisipasi politik masyarakat yang merasa terpinggirkan atau tidak terwakili dalam sistem politik karena kezaliman rezim.

Kelompok politik identitas sering kali berperan sebagai pressure group, yang menjadi kekuatan penyeimbang dalam demokrasi. Selain perjuangan kelompok, setiap individu juga memiliki hak untuk mengembangkan pemikiran kritis dan menuntut hak secara adil, bebas dari penindasan politik.

Pentingnya perjuangan individu ini diperkuat oleh Teori Kritis dari Herbert Marcuse, salah satu pelopor tradisi kritis di Frankfurt School. Dalam bukunya “One Dimensional Man,” Marcuse menekankan bahwa individu harus mampu berpikir kritis dan mandiri, serta memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan agar suara mereka didengar.

Namun, penting diingat bahwa politik identitas yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab dapat membawa dampak buruk, seperti diskriminasi dan konflik antar kelompok.